Saturday, September 27, 2014

10 Kesalahpahaman Publik Tentang Korea Selatan


Korea Selatan terletak antara China (negara dengan penduduk terbanyak di dunia), Jepang (pusat budaya Asia Timur), dan Korea Utara (negara yang menjadi musuh utama Korea Selatan). Tidak mengherankan jika Korea Selatan sering berbaur dan terkadang dianggap menyerupai salah satu dari tiga negara tersebut.

Korea Selatan adalah negara fantastis yang layak mendapat perhatian lebih, terutama dari aspek budayanya. Negara ini memiliki sejumlah fakta mengejutkan, namun kadang publik salah menafsirkannya. Econers, berikut beberapa kesalahpahaman publik tentang Korea Selatan yang perlu Anda ketahui. 

1. Korea cinta Amerika

Ketika Anda meminta seorang Amerika memberitahukan apa yang dia ketahui tentang Korea Selatan, maka orang itu rata-rata akan menjawab Korean War alias peperangan antara dua kubu Korea, Selatan dan Utara. Amerika selalu diasumsikan menjadi penyelamat utama yang akan datang membantu Korea Selatan jika berperang dengan Korea Utara.


Asumsi ini tidak sepenuhnya benar. Banyak warga Korea Selatan percaya bahwa ‘Perang Korea’ hanya menjadi pertempuran antara kubu Amerika Serikat dengan Uni Soviet, sedangkan Korea Selatan hanya akan menjadi pion. Faktanya, setelah perang, tentang Amerika yang ditempatkan di Korea Selatan telah menyebabkan masalah, menimbulkan persoalan sosial yang sangat besar.

Ada banyak sekali contoh untuk fakta tersebut, misalnya dua peristiwa menonjol yang terjadi pada 2002 dimana terjadi kecelakaan kendaraan lapis baja. Pada saat itu, tank AS telah melindas dan membunuh dua gadis sekolah menengah Korea Selatan. Insiden kedua pada 2011, dimana Kevin Flippin, seorang Amerika masuk ke rumah seorang gadis Korea Selatan berusia 18 tahun dan memerkosanya berulang kali.

2. Korea terkenal dengan pencemaran lingkungan

Jika Anda berbicara dengan orang-orang Korea yang lebih tua, Anda akan mendengar cerita-cerita terdahulu semasa Perang Korea. Mereka mengatakan pohon-pohon di pegunungan ditebang habis, tidak ada makanan, anak-anak meninggal karena terpapar penyakit. Namun, itu tidak terjadi lagi saat ini.


Korea Selatan menghasilkan pendapatan domestik bruto ke-15 tertinggi di dunia. Itu menunjukkan pola hidup mereka setelah Perang Korea sudah berubah. Kini, Korea Selatan penuh dengan lampu-lampu neon bewarna-warni, sebagian besar udaranya bersih, dan pegunungannya kini sudah menghijau kembali. Kondisi Korea Selatan terdahulu tergambarkan dalam sebuah lagu nasional berjudul Arirang yang mengunggah emosi kedua kubu Korea, Selatan dan Utara.

3. Korea adalah negara padat penduduk

Kebanyakan orang membayangkan Korea Selatan adalah negara berpenduduk padat. Populasi manusia terlihat menganak sungai di stasiun kereta, jalanan, dan trotoar. Faktanya tidak selalu begitu. Yang benar adalah, populasi Korea Selatan yang padat itu hanya kental di wilayah Seoul yang notabene hanya bagian kecil dari negara tersebut.


Anda sebaiknya melihat Pulau Jeju dan Provinsi Gangwon. Di sana Anda bisa menikmati pemandangan indah nan menakjubkan dan sama sekali tidak padat penduduknya.

4. Korea Selatan takut Korea Utara

Banyak yang mengira Korea Selatan takut akan Korea Utara, musuh bebuyutannya selama 50 tahun terakhir. Banyak juga yang berasumsi bahwa status perang keduanya seringkali menyebabkan kepanikan publik, misalnya terjadi penjarahan toko-toko, pembajakan kapal, atau kerusuhan sosial lainnya.


Faktanya ternyata berbeda. Korea Utara dan Korea Selatan tetap saja hidup damai di negaranya masing-masing. Meskipun secara teknis kedua negara ini masih dalam keadaan perang, sebab tidak ada perjanjian perdamaian yang telah ditandatangani antara keduanya. Kedua negara ini hanya menyetujui gencatan senjata, yang merupakan kesepakatan untuk menghentikan pertempuran sementara.

5. Korea Selatan adalah Negara Budha

Banyak orang mengira bahwa Korea Selatan adalah negara yang sebagian besar penduduknya beragama Budha. Tampaknya hal itu salah, sebab faktanya lebih dari 46 persen penduduk Korea Selatan itu tidak beragama alias ateis. Hanya 22 persen penduduk Korea Selatan yang beragama Budha, 29 persennya Kristen, dan tiga persennya menganut kepercayaan lain.


Ketika Anda berjalan kaki melewati Seoul, sulit untuk melewatkan pemandangan salib yang terbentuk dari cahaya lampu neon merah yang hampir mendominasi pemandangan setiap gereja di ibukota negara itu. Bahkan, di kota yang sama berdiri Gereja Yoido Full Gospel yang merupakan gereja terbesar di dunia dengan daya tampung satu juta orang. 

Meskipun ajaran Budha sangat berpengaruh sepanjang sejarah Korea Selatan, faktanya penduduknya semakin populer di tengah-tengah iklim Kristen yang terus berkembang di negara itu.

6. Penduduk Korea Selatan langsing karena kimchi

Selain pegulat sumo, rasanya sulit untuk mencari orang-orang gemuk di Korea Selatan dan Jepang. Kedua negara ini memang terkenal karena penduduknya kurus-kurus dan langsing-langsing. Namun, itu bukan berarti mereka jarang makan atau diet setiap hari dan hanya memakan kimchi (sejenis sayuran lalapan khas Korea).


Faktanya, Korea Selatan selama 70 tahun terakhir telah dipenuhi dengan bisnis rantai makanan cepat saji dan waralaba pizza. Negara ini terkenal dengan aneka kulinernya yang lezat, bahkan didominasi jenis-jenis masakan daging. Ini akhirnya berpengaruh kepada lingkar pinggang sebagian masyarakat Korea Selatan.

7. Wanita Korea itu penurut

Dalam drama-drama Korea, Anda mungkin sering melihat banyak wanita Korea tinggal di rumah, memasak makanan untuk suami dan anak, serta membersihkan rumah sementara sang pria bekerja dari pagi hingga jam lima sore setiap harinya. Anggapan ini sebagiannya tidak benar.


Memang benar bahwa Korea adalah negara yang masyarakatnya sangat patriarkal, namun wanita Korea tidak berdaya itu adalah anggapan salah. Ajumma – sebutan untuk wanita Korea yang sudah menikah – terkenal kuat dan menjadi penentu keputusan dalam rumah tangga. Suami mungkin pulang kerja sambil membawa uang, namun ajumma lah yang menjadi bos di rumah. Istri mengontrol keuangan dan keputusan rumah tangga di Korea.

8. Siswa-siswa Korea Selatan itu rajin

Korea Selatan memang masuk dalam deretan ketujuh indek pendidikan terbaik di dunia versi PBB. Korea Selatan memang sangat menyeriusi bidang pendudukan. Bahkan, Presiden AS Barack Obama pernah menyebutkan siswa Korea Selatan menghabiskan rata-rata 13 jam di sekolah. Pendidikan umum di negara ini mendekati sama dengan di AS.


Fakta itu tidak sepenuhnya benar. Hanya orang tua kaya di Seoul cenderung memiliki anak yang cukup rajin. Mereka mampu menangani dan membiayai program pendidikan anaknya di sekolah umum atau swasta. Stereotip rajin itu muncul di negara-negara dimana ada pertukaran siswa Korea Selatan. Rata-rata mereka adalah anaka orang kaya.

Siswa dan mahasiswa Korea Selatan juga sering protes terhadap sistem pendidikan yang melelahkan di negara mereka. Akhirnya, mereka memutuskan untuk mencari pekerjaan setelah lulus SMA ketimbang melanjutkan ke perguruan tinggi. Apalagi, pendapatan rata-rata masyarakat Korea Selatan adalah 2.300 dolar AS per bulan atau sekitar Rp 2,7 juta. Banyak orang tua yang tidak mampu membayar biaya pendidikan anaknya.

9. Budaya China dan Jepang mendominasi Korea Selatan

Memang benar bahwa Korea Selatan posisinya berada di antara China dan Jepang, dua pusat kekuatan militer dunia. Sepanjang sejarah, Korea berjuang mempertahankan warisan budayanya di tengah gempuran budaya Jepang dan China. Mereka mempertahankan kemandiran mereka selama lebih dari 500 tahun periode yang disebut Dinasti Joseon.


Warisan budaya mereka yang unik itu misalnya keberadaan armada lautnya yang kuat. Korea Selatan memiliki kapal perang berlapis baja yang sangat tangguh di lauran, serta Hwacha, senjata tradisional Korea Selatan yang mampu meluncurkan 100-200 panah api pada musuh-musuh mereka.

10. Korea Selatan adalah Irlandia Asia

Korea Selatan dan Jepang memiliki sejarah nan panjang yang hampir sama dengan Irlandia dan Inggris. Kedua negara ini sering diidentikkan bahkan disamakan, namun mereka itu tidak sama. Dalam budaya terkait alkohol misalnya, Korea Selatan selama bertahun-tahun sama dengan Irlandia, mengonsumsi alkohol pada tempatnya.


Hal itu berbeda dengan yang terjadi di Jepang atau Inggris, setiap orang bisa mengonsumsi alkohol di tempat umum alias dimanapun dia suka, seperti di jalanan, di taman bermain, atau minum alkohol sambil berjalan. Artinya, Korea Selatan memiliki intoleransi budaya yang lebih tinggi untuk alkohol.

Sumber: Listverse

1 comment: